Rabu, 14 Mei 2014

Bandarharjo Menata Diri Dari The Lost Area Jadi The Win Area










KELURAHAN Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara merupakan salah satu kawasan di pesisir pantai Semarang. Wilayahnya dibatasi dua sungai cukup lebar, yakni Kali Semarang dan Kalibaru. Keduanya bermuara ke Laut Jawa.
Sisi utara Bandarharjo berbatasan dengan Laut Jawa, barat dan selatan dibatasi Kali Semarang, sedangkan timur Jl Mpu Tantular, merupakan salah satu jalan yang mengakses ke Pelabuhan Tanjung Emas. Data monografi hingga Desember 2002 menunjukkan, 1.170 warganya berprofesi nelayan, 1.049 pengusaha sedang dan besar, 1.446 perajin dan industri kecil, 5.755 buruh industri, 3.344 buruh bangunan, 180 pedagang, 158 jasa pengakutan, 2.159 pegawai (PNS dan BUMN), 24 TNI dan Polri, serta 12 pensiunan (PNS serta TNI dan Polri).
Karena merupakan wilayah dataran rendah dan dekat sekali dengan pantai, bahkan sebagian wilayah di pinggir pantai, banjir dan rob menjadi ''tamu'' masyarakat hampir setiap hari.
Kondisi itu sedikit banyak ikut mendorong kekumuhan. Selain faktor tingkat pendidikan, keterbelakangan dan kondisi sosial masyarakat juga turut serta menciptakan kehidupan keras di wilayah tersebut.
''Hingga tahun 1979 bisa dikatakan Bandarharjo masih amburadul,'' ujar M Rifai Sutikno, tokoh masyarakat setempat.
Orang asli Bandarharjo yang kini masih aktif sebagai staf kelurahan dan pengurus LKMD itu terkenang bagaimana kehidupannya saat masih anak-anak. Salah satunya ketika bulan purnama, dipastikan wilayah tersebut rob. Namun dasar anak-anak, hal itu justru dimanfaatkan untuk berenang dan bermain.
''Kalau mau renang tidak perlu jauh-jauh. Di depan rumah sudah bisa,'' kenang Pak Tik, panggilan akrab Rifai Sutikno.
Tak hanya itu. Tingkat kriminalitas juga tinggi. Dulu, warga tak segan berbuat kriminal di kampung sendiri. Namun saat ini tidak. Selain tak sedikit orang yang sudah mengubah perilaku hidupnya, ungkap Pak Tik, mereka juga segan berbuat berbuat buruk di kampung sendiri.
Keterbelakangan dan kekumuhan Bandarharjo juga membuat kawasan tersebut sering disebut sebagai The Lost Area (kawasan yang hilang). Jelas itu hanya sebuah kiasan, namun toh cukup menjelaskan bagaimana kawasan itu jauh dari sentuhan atau jamahan orang luar, apalagi pembangunan, sebelum 1980.
Pada tahun 1981, kata Pak Tik, proyek Kampoeng Improvement Programme (KIP) masuk Bandarharjo. Maka dibangunlah Sekolah Dasar (SD) Bandarharjo 01 sampai 04, MCK (mandi, cuci, kakus), serta perbaikan jalan di sejumlah lokasi.
Bahkan lokasi yang kini dijadikan SD Bandarharjo 01, dulu adalah tempat penumpukan sampah warga. Sebelum ada MCK, banyak warga yang buang air besar ke sungai.
Sekitar 1993, kata dia, PT Wismakharman masuk Bandarharjo. Lewat sejumlah proyek, konsultan di bawah pimpinan Dr Ir Andy Siswanto MArc MSc itu mulai bergelut dengan warga setempat, hingga akhirnya terjadi perubahan cukup besar di Bandarharjo.
''Pada saat akan dibangun rumah susun, semula warga geger,'' ungkap Pak Tik.
Berbagai persepsi muncul saat itu. Rumah susun (rusun) yang akan dibangun kebetulan akan menempati lokasi permukiman warga.
Akhirnya, pembangunan itu terwujud juga pada 1994. Warga yang rumahnya dibongkar diberi kontribusi. Setelah jadi, mereka bisa menempati rumah susun tersebut. Rusun diresmikan Try Sutrisno, Wapres RI saat itu.
Pembangunan pun terus berlanjut. Dua tahun kemudian dibangun dua rusun lagi yang letaknya mengapit rusun lama -Pemkot juga ikut terlibat. Ketiga rusun dengan empat lantai itu kini sudah dipenuhi warga sebagai pilihan tempat tinggal.
Pembangunan di Bandarharjo terus berlanjut. Berbagai lembaga pemerintah dan nonpemerintah menjadi peduli terhadap wilayah yang terkenal kumuh tersebut. Antara lain Pemkot, sejumlah dinas tingkat kota maupun provinsi, Bank Dunia, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan sejumlah lembaga donor asing dalam berbagai proyek.
Andy mengungkapkan, intensitasnya sangat tinggi terhadap Bandarharjo dimulai pada 1997. Pembangunan dilakukan menyeluruh, yang meliputi tiga hal utama, yakni pemberdayaan ekonomi, sosial, serta lingkungan. ''Kami terus mendorong warga membangun masjid, jalan, dan sebagainya.''
Membangun tiga hal utama tersebut, menurut dia, cukup berat. Pihaknya lantas membentuk Community Based Organization (CBO) atau semacam kelompok swadaya (KSM) di berbagai bidang pemberdayaan.
Dalam membangun melibatkan masyarakat sejak awal. Yakni mulai dari mengidentifikasi masalah, merencanakan, sampai pada pengawasan pembangunan. Sasaran yang hendak dicapai yakni active community (masyarakat yang aktif) dan learning community (masyarakat yang belajar segala hal).
Sekitar 1999 dia bersama masyarakat Bandarharjo membentuk Paguyuban Rumah Ambles. Ketuanya M Rifai Sutikno.
Pemilihan nama paguyuban disesuaikan dengan kondisi rumah-rumah warga. Yakni, banyak rumah warga yang ambles karena berada di bawah permukaan jalan. Hampir setiap hari, terutama saat air laut pasang, rumah-rumah tergenang.
Seiring dengan pembentukan paguyuban, ada kucuran dana Co-BILD dari UNDP-sebuah lembaga donor dari Belanda. Dana tersebut digunakan untuk perbaikan rumah, sebagian untuk sertifikasi tanah. Pengelola di tingkat kota dana tersebut adalah Yayasan Peduli Pembangunan Perumahan dan Permukiman Kota (YP4K).
Penataan secara menyeluruh tersebut yang akhirnya membawa Bandarharjo meraih predikat Best Practice dalam Dubai International Award pada November 2002. Piagam tersebut sebagai bukti telah terjadi peningkatan kualitas kehidupan.
Bandarharjo yang dulu sering disebut sebagai The Lost Area, kini telah menjadi The Win Area. Kawasan yang dianggap ''hilang'' itu kini telah menjadi sang juara. Selamat.(71c)
(sumber : suara merdeka, 1 Maret 2003)
TANGGAPAN
Menurut saya, Kelurahan Bandarharjo bisa dikenali keberadaannya, jika permukiman di daerah tersebut dapat ditata dengan baik agar nampak teratur dan mungkin saja bisa menjadi ikon kota semarang dimana daerah yang terkenal dengan salah satunya yaitu pengasapan ikan. Dari paparan diatas, keadaan kawasan kelurahan Bandarharjo secara keseluruhan memang sebenarnya sudah tidak layak digunakan sebagai tempat bermukim, karena keadaan tanahnya yang perlahan turun bahkan sampai saat ini, 11 tahun setelah artikel ini diterbitkan keadaan kelurahan Bandarharjo tidak banyak berubah. Masih saja terjadi rob saat laut pasang dan banjir ketika hujan turun deras, dalam hitungan jam, banjir bisa mencapai 1 meter atau bahkan lebih jika intensitas hujannya deras dan berlangsung lama. Kalaupun terjadi suatu perbaikan terhadap infrastruktur perumahan dan permukiman, hal tersebut mungkin hanya bersifat mengurangi, bukannya mengatasi karena rob bisa meninggi. Ketika jalan akses masuk ditinggikan, rob pun ikut meninggi, itu yang terjadi sampai saat ini. Solusi yang menurut saya terbaik adalah dengan merelokasikan warga-warga sekitar kelurahan Bandarharjo ke tempat yang lebih baik, seperti halnya rumah susun (rusun).

Sabtu, 03 Mei 2014

mind map tentang perancangan rumah tinggal














Di dunia Arsitektur, Mind Mapping bisa sangat membantu para Arsitek muda untuk memulai dasar perancangan konsep Arsitektur. Contohnya seperti diagram Mind Mapping di atas. Dari diagram tersebut, kita bisa melihat aspek-aspek yang harus kita tentukan dalam perancangan sebuah Arsitektur. Hal-hal secara umum yang menjadi pertimbangan tersebut ialah TOR (Term Of Reference), DATA yang isinya merupakan analisa kebutuhan ruang serta analisa site yang akan dibangun, Zoning, Eksplorasi Desain (gubahan massa, ekspresi arsitektur, struktur), kemudian hasil akhir yaitu gambar Pra-Rancangan (Desain). 

1.      TOR
TOR (Term Of reference) adalah perencanaan rumah tinggal atau yang biasa disebut outline, atau lembar penugasan. Fungsi TOR ini sangat vital. Untuk menentukan tema perancangan sebiah konsep, merumuskan masalah kemudian mencari jawaban atas permasalan. Dalam TOR masih dijabarkan lagi yaitu pengertian, latar belakang, tujuan, anggapan, batasan site serta batasan.
Pengertian mengandung teori atau makna yang mendasari sebuah bangunan yang akan kita rancang misalnya pengertian rumah, restoran, museum, dll.
Latar belakang menjelaskan hal-hal apa saja yang melatar belakangi kita merancang sehingga kita dituntut untuk merancang sebuah bangunan yang diinginkan.
Maksud dan tujuan kita mendesain sebuah bangunan dijelaskan dalam bagian tujuan. Batasan menjelaskan hal-hal fisik maupun non-fisik yang membatasi konsep rancangan arsitektural kita.

2.      LOKASI
Menjelaskan tentang lokasi disekitar site atau bangunan tersebut, baik dilihat dari aksesibilitasnya, lingkungan disekitar site, atau fasilitas yang menunjang site tersebut agar tidak terjadi halangan jika mendirikan atau bangunan tersebut sudah berdiri.

3.      DATA  
Data terbagi menjadi dua yaitu analisa fisik dan analisa non fisik.
Analisa fisik ialah analisa tentang kegiatan didalam ataupun diluar bangunan yang bisa diukur. Analisa fisik diidentifikasi melalui aktivitas pelaku sehingga kita mengetahui kebutuhan ruang, persyaratan ruang, besaran ruang, pola hubungan ruang, dan  organisasi ruang.
Analisa non fisik ialah analisa yang berkaitan dengan sesuatu hal mengenai bangunan yang tidak bisa diukur. Analisa non fisik meliputi, tingkat kebisingan di sekitar site, aksesbilitas, pencahayaan sinar matahari, serta pemandangan (view) di sekitar site.

4.      ZONNING
Merupakan hasil dari analisa aspek-aspek yang sudah ditentukan dari perancang yang nantinya hasil tersebut menjadi acuan untuk membagi dan menentukan area-area mana yang ruang publik, ruang semi publik, ruang privat, dan ruang servis. Dalam menentukan zoning langkah pertama yaitu menentukan input-input yang kiranya diperlukan dalam perancangan tersebut, kemudian memprosesnya sehingga menghasilkan zoning dari masing-masing aspek tersebut. Hasil zoning dari masing-masing aspek tersebut kita simpulkan sehingga memperoleh hasil akhir zoning (zoning akhir).

5.      Pendekatan desain/Eksplorasi Desain
Dalam pendekatan desain, aspek-aspek yang biasa dipertimbakan adalah gubahan massa, ekpresi arsitektural, struktur.
Gubahan massa merupakan volume bangunan secara keseluruhan, secara teknis bentuk gubahan massa akan mewakili bentuk denah dan bangunan tersebut secara utuh akan tetapi kita juga bisa mentransformasi bentuk gubahan massa sesuai dengan keinginan. Untuk ekspresi arsitektural, aspek tersebut dapat mewakili aspek material ataupun struktur. Biasanya suatu bangunan akan menunjukkan suatu karakteristik bangunan yang sesuai dengan keinginan dari penghuni.

Setelah melakukan langkah-langkah seperti di atas (TOR, Data, Zoning, dan Pendekatan Desain), maka tahap terakhir adalah membuat gambar pra-rancangan atau gambar desain. Gambar-gambar desain ini berisikan gambar denah, situasi, potongan melintang dan membujur, empat tampak sisi bangunan, detail arsitektural, perspektif interior dan eksterior.